BIOGRAFI Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto
Raden
Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 16 Agustus 1883 – meninggal
di Yogyakarta, Indonesia, 17 Desember 1934 pada umur 51
tahun ( dalam Buku Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Bangsa, karangan Drs.
Mansur, MA. Penerbit Pustaka Pelajar, 2004; halaman 13)), lebih dikenal dengan
nama H.O.S Cokroaminoto, merupakan salah satu pemimpin organisasi pertama di
Indonesia, yaitu Sarekat Islam (SI)
Kehidupan pribadi
![Hasil gambar untuk biografi tjokroaminoto](file:///C:/Users/acer/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
Tjokroaminoto adalah anak kedua dari
12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat
pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga
menjabat sebagai Bupati Ponorogo.
Bergelar De Ongekroonde van
Java atau "Raja Jawa Tanpa Mahkota" oleh Belanda,
Tjokroaminoto adalah salah satu pelopor pergerakan di indonesia dan
sebagai guru para pemimpin-pemimpin besar di Indonesia.
Berangkat dari pemikirannya pula yang melahirkan berbagai macam ideologi bangsa
Indonesia pada saat itu. Rumahnya sempat dijadikan rumah kost para pemimpin
besar untuk menimbah ilmu padanya, yaitu Semaoen, Alimin, Muso, Soekarno, Kartosuwiryo,
bahkan Tan Malaka pernah berguru padanya. Ia
adalah orang yang pertama kali menolak untuk tunduk pada Belanda.
Setelah ia meninggal, lahirlah warna-warni pergerakan Indonesia yang dibangun
oleh murid-muridnya, yakni kaum sosialis/komunis yang
dianut oleh Semaoen, Muso, Alimin. Soekarno yang nasionalis,
dan S.M Kartosuwiryo yang Islam merangkap
sebagai sekretaris pribadi. Namun, ketiga muridnya itu saling berselisih
menurut paham masing-masing. Pengaruh kekuatan politik pada
saat itu memungkinkan para pemimpin yang sekawanan itu saling berhadap-hadapan
hingga terjadi Pemberontakan Madiun 1948 yang
dilakukan Partai Komunis Indonesia karena
memproklamasikan "Republik Soviet Indonesia" yang dipimpin Muso. Dengan terpaksa
Presiden Soekarno mengirimkan pasukan elite TNI yakni Divisi
Siliwangi yang mengakibatkan "abang", sapaan akrab
Soekarno kepada Muso, pemimpin Partai komunis pada saat itu tertembak mati pada
31 Oktober 1948. dilanjutkan oleh Negara Islam Indonesia(NII) yang dipimpin
oleh S.M Kartosuwiryo dan akhirnya hukuman mati yang dijatuhkan oleh Soekarno
kepada kawannya S.M Kartosuwiryo pada
12 September 1962. Pada bulan Mei 1912, HOS Tjokroaminoto
mendirikan organisasi Sarekat Islam yang
sebelumnya dikenal Serikat Dagang Islam dan terpilih
menjadi ketua.
Salah satu trilogi darinya yang
termasyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid,
sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada
masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan. Dari
berbagai muridnya yang paling ia sukai adalah Soekarno hingga
ia menikahkan Soekarno dengan anaknya yakni Siti Oetari,
istri pertama Soekarno. Pesannya kepada Para murid-muridnya ialah "Jika
kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan
bicaralah seperti orator". Perkataan ini membius murid-muridnya hingga
membuat Soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat
kawannya, Muso, Alimin, S.M Kartosuwiryo, Darsono,
dan yang lainnya terbangun dan tertawa menyaksikannya.
Tjokro meninggal di Yogyakarta,
Indonesia, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun. Ia dimakamkan di TMP
Pekuncen, Yogyakarta, setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI
di Banjarmasin.
Serikat Islam
![https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCIsKZ5Iw6sT3XCz-Ip_2bN-nxOlpeECDaL4wbLYJp_AmcrjMbvN5mW44IZuhZ_XW97ehsX2fxmsicc1FkcTFYdzm0h05OpHMtFTBDA7-WOlMXzULRp92wM4fVG0xpwISpO5eR1ivsswQ/s320/images+(36).jpg](file:///C:/Users/acer/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.jpg)
Sarekat Islam pada awalnya adalah
perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang diberi nama Sarekat Dagang
Islam (SDI). Perkumpulan ini didirikan oleh Haji Samanhudi tahun
1911 di kota Solo. Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika
Tjokroaminoto memegang tampuk pimpinan dan mengubah nama perkumpulan menjadi
Sarekat Islam. Sarekat Islam (SI) dapat dipandang sebagai
salah satu gerakan yang paling menonjol sebelum Perang Dunia II.
Pendiri Sarekat Islam, Haji Samanhudi
adalah seorang pengusaha batik di Kampung Lawean (Solo) yang mempunyai banyak
pekerja, sedangkan pengusaha-pengusaha batik lainnya adalah orang-orang Cina
dan Arab.
Tujuan utama SI pada awal berdirinya
adalah menghidupkan kegiatan ekonomi pedagang Islam Jawa. Keadaan hubungan yang
tidak harmonis antara Jawa dan Cina mendorong pedagang-pedagang Jawa untuk
bersatu menghadapi pedagang-pedagang Cina. Di samping itu agama Islam merupakan
faktor pengikat dan penyatu kekuatan pedagang-pedagang Islam.
Pemerintah Hindia Belanda merasa
khawatir terhadap perkembangan SI yang begitu pesat. SI dianggap membahayakan
kedudukan pemerintah Hindia Belanda, karena mampu memobilisasikan massa. Namun
Gubernur Jenderal Idenburg (1906-1916) tidak menolak kehadiran Sarekat Islam.
Keanggotaan Sarekat Islam semakin luas.
Pada kongres Sarekat Islam di
Yogayakarta pada tahun 1914, HOS Tjokroaminoto terpilih
sebagai Ketua Sarekat Islam. Ia berusaha tetap mempertahankan keutuhan dengan
mengatakan bahwa kecenderungan untuk memisahkan diri dari Central
Sarekat Islam harus dikutuk dan persatuan harus dijaga karena Islam
sebagai unsur penyatu.
Namun sebelum Kongres Sarekat Islam
Kedua tahun 1917yang diadakan di Jakarta muncul aliran
revolusionaer sosialistis yang dipimpin oleh Semaun. Pada saat itu
ia menduduki jabatan ketua pada SI lokal Semarang. Walaupun demikian, kongres
tetap memutuskan bahwa tujuan perjuangan Sarekat Islam adalah membentuk
pemerintah sendiri dan perjuangan melawan penjajah dari kapitalisme yang jahat.
Dalam Kongres itu diputuskan pula tentang keikutsertaan partai dalam Voklsraad.
HOS Tjokroaminoto (anggota yang diangkat) dan Abdul Muis (anggota yang dipilih)
mewakili Sarekat Islam dalam Dewan Rakyat (Volksraad).
Pada Kongres Sarekat Islam Ketiga tahun
1918 di Surabaya, pengaruh Sarekat Islam semakin meluas.
Sementara itu pengaruh Semaun menjalar
ke tubuh SI. Ia berpendapat bahwa pertentangan yang terjadi bukan antara
penjajah-penjajah, tetapi antara kapitalis-buruh. Oleh karena itu, perlu
memobilisasikan kekuatan buruh dan tani disamping tetap memperluas pengajaran
Islam. Dalam Kongres SI Keempat tahun 1919, Sarekat Islam memperhatikan gerakan
buruh dan Sarekat Sekerja karena hal ini dapat memperkuat kedudukan partai
dalam menghadapi pemerintah kolonial. Namun dalam kongres ini pengaruh sosial
komunis telah masuk ke tubuhCentral Sarekat Islam (CSI) maupun
cabang-cabangnya. Dalam Kongres Sarekat Islam kelima tahun 1921, Semaun
melancarkan kritik terhadap kebijaksanaan Central Sarekat Islam yang
menimbulkan perpecahan.
Rupanya benih perpecahan semakin jelas
dan dua aliran itu tidak dapat dipersatukan kembali. Dalam Kongres Luar Biasa
Central Sarekat Islam yang diselenggarakan tahun 1921 dibicarakan masalah
disiplin partai. Abdul Muis (Wakil Ketua CSI) yang menjadi
pejabat Ketua CSI menggantikan Tjokroaminoto yang masih berada di dalam
penjara, memimpin kongres tersebut. Akhirnya Kongres tersebut mengeluarkan
ketetapan aturan Disiplin Partai. Artinya, dengan dikeluarkannya aturan
tersebut, golongan komunis yang diwakili oleh Semaun dan Darsono, dikeluarkan
dari Sarekat Islam. Dengan pemecatan Semaun dari Sarekat Islam, maka Sarekat
Islam pecah menjadi dua, yaitu Sarekat Islam Putih yang
berasaskan kebangsaan keagamaan di bawah pimpinan Tjokroaminoto dan Sarekat
Islam Merah yang berasaskan komunis di bawah pimpinan
Semaun yang berpusat di Semarang.
Pada Kongres Sarekat Islam Ketujuh
tahun 1923 di Madiun diputuskan bahwa Central Sarekat Islam
digantikan menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). dan
cabang Sarekat Islam yang mendapat pengaruh komunis menyatakan diri bernaung
dalam Sarekat Rakyat yang merupakan organisasi di bawah naungan Partai Komunis
Indonesia (PKI).
Pada periode antara tahun
1911-1923 Sarekat Islam menempuh garis perjuangan parlementer dan
evolusioner. Artinya, Sarekat Islam mengadakan politik kerja sama dengan
pemerintah kolonial. Namun setelah tahun 1923, Sarekat Islam menempuh garis
perjuangan nonkooperatif. Artinya, organisasi tidak mau bekerja sama dengan
pemerintah kolonial, atas nama dirinya sendiri. Kongres Partai Sarekat Islam
tahun 1927 menegaskan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan
nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk mencapai
kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan
Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Pada tahun 1927 nama Partai
Sarekat Islam ditambah dengan “Indonesia” untuk menunjukan perjuangan
kebangsaan dan kemudian namanya menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia
(PSII). Perubahan nama itu dikaitkan dengan kedatangan dr. Sukiman
dari negeri Belanda. Namun dalam tubuh PSII terjadi perbedaan pendapat antara
Tjokroaminoto yang menekankan perjuangan kebangsaan di satu pihak, dan di pihka
lain dr. Sukiman yang menyatakan keluar dari PSII dan mendirikan Partai
Islam Indonesia (PARI). Perpecahan ini melemahkan PSII.
Akhirnya PSII pecah menjadi PSII Kartosuwiryo, PSII
Abikusno, PSII, dan PARI dr. Sukiman