POLA ASUH ORANGTUA
Keluarga adalah lingkungan sosial pertama yang ditemui anak ketika anak di izinkan untuk melihat dan menikmati dunia. Pertemuan dengan ibu, ayah dan lingkungan dalam keluarga itu sendiri menjadi subjek sosial yang nantinya akan membentuk dasar anak dengan orang lain. Hubungan anak dengan keluarga merupakan hubungan yang pertama yang ditemui anak. Hubungan anak dengan orangtua dan anggota keluarga lainnya dapat dianggap sebagai suatu sistem yang saling berinteraksi. Sistem-sistem tersebut berpengaruh pada anak baik secara langsung maupun tidak, melalui sikap dan cara pengasuhan anak oleh orangtua.Banyak yang dipelajari anak dalam keluarga, terutama hubungannya dengan orangtua. Kasih sayang dan cinta kasih yang anak kembangkan dalam hubungan sosialnya, erat hubungannya dengan apa yang anak terima dan rasakan dalam keluarganya. Ketika anak merasa disayangi, anak belajar juga untuk berbagi kasih sayang dengan temannya. Sebaliknya jika pengasuhan yang anak terima selalu menyalahkan anak, anak akan belajar mengembangkan perilaku yang sama ketika ia bermain dengan teman-temannya.
Setiap orangtua selalu menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Perasaan ini kemudian mendorong orangtua untuk memiliki perilaku tertentu dalam mengasuh anak-anak mereka. Makalah ini akan membahas tentang model-model pola asuh yang biasa di lakukan oleh orangtua terhadap anaknya.
Perilaku mengasuh dan mendidik anak sudah menjadi pola yang sadar tidak sadar keluar begitu saja ketika menjadi orangtua. Oleh beberapa peneliti, perilaku-perilaku ini kemudian di teliti dan muncullah beberapa teori untuk menyimpulkan pola-pola pengasuhan yang berkembang. Berikut empat tipe pola asuh yang dikembangkan pertama kali oleh Diana Baumrind (1967) :
- Pola asuh Demokratis
- Pola asuh Otoriter
- Pola asuh Permisif
- Pola asuh Penelantar.
Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
Pola asuh Permisif atau pemanja biasanya meberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
Tipe Penelantar. Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
Pangaruh Pola Asuh Orangtua
Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain.
Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri, pemaluu dan tidak percaya diri untuk mencoba hal yang baru.
Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.
Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, Self Esteem (harga diri) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman.
Dari karakteristik-karakteristik tersebut di atas, kita dapat mawas diri, kita masuk dalam kategori pola asuh yang mana. Apabila kita memahami pola asuh yang mana yang cenderung kita terapkan, sadar atau tidak sadar, maka kita dapat segera merubahnya.
Kita juga bisa kita melihat, bahwa harga diri yang rendah terutama adalah disebabkan karena pola asuh orang tua yang penelantar. Banyak sekali para orangtua terutama para wanita karier yang suda mempunyai anak yang lebih cinta kepada pekerjaannya daripada kepada anaknya sendiri. Dia lebih banyak meluangkan waktu untuk mencari uang dan uang. Dia lupa kalau di rumah ada anak-anaknya yang membutuhkan kasih dan sayang dia. Pergi kerja disaat anaknya masih tertidur pulas, lalu pulang ketika anaknya sudah tertidur pulas lagi. Sehingga, anak-anak lebih mengenal pembantunya daripada sosok ibunya sendiri.
Contoh lain adalah orangtua yang sangat otoriter. Biasanya orangtua yang otoriter cenderung menempatkan anak di posisi yang tertindas yang tidak punya hak. Jika anak tidak menuruti, kekerasan menjadi jawabannya. Beberapa orangtua, apalagi di NTT cenderung mengikuti gaya ini, yaitu mendidik anak secara otoriter dan menggunakan kekerasan. Pengasuhan ini menciptakan anak yang hanya taat kepada orangtua jika ada orangtuanya dan melakukan kekerasan itu terhadap adik atau teman mereka yang lebih lemah; pada anak yang perasa, biasanya menjadikan mereka anak yang semakin penakut, tidak berani mengambil keputusan dan tidak percaya diri.
Dari keempat model pengasuhan diatas, pola asuh demokratislah yang paling baik. Karena pola asuh ini menempatkan anak dan orangtua sejajar. Tidak ada hak anak yang dilanggar juga hak orangtua yang dilanggar; kewajiban anak dan orangtua sama-sama dituntut dalam pola asuh demokratis ini.